Kebijakan Publik pada Sektor Informal di Perkotaan
Kebijakan publik (public policy) didefinisikan oleh para ahli dengan berbagai pengertian. Dye (1766 : 3) mendefinisikan kebijakan publik adalah segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Sependapat dengan Dye, David Easton dalam Yustika (2000: 216), mendefinisikan public policy tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah akan tetapi juga apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah, karena keduanya sama-sama membutuhkan alasan-alasan yang harus dipertanggungjawabkan.
Tujuan pembuatan kebijakan tidak terlepas dari isi kebijakan itu sendiri. Pada dasarnya isi kebijakan publik dibedakan menjadi empat, yaitu regulatif, redistributif, distributif, dan konstituen ( Surbakti, 1999 : 192-193). Menurut Hoogerwerf dalam Mustofa (2003:7), tujuan kebijakan pemerintah terdiri atas empat hal, yang meliputi: (1) memelihara ketertiban umum, (2) memajukan perkembangan masyarakat dalam berbagai haal, (3) memperpadukan berbagai aktifitas, dan (4) menunjuk dan membagi berbagai benda material dan nonmaterial.
Namun, tidak jarang kekuasaan mencampuri penetapan kebijakan publik. Banyak produk kebijakan yang dibuat, di satu sisi sangat merugikan komunitas publik, tetapi di sisi satunya sangat memihak dan menguntungkan “para penguasa”. Salah satunya kebijakan publik di sektor informal. Kalau dicermati lebih jauh, banyak sekali ditemukan berbagai kelemahan kebijakan publik di sektor informal.
Sebagai contoh, dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan di perkotaan, beberapa ahli dan pengamat ekonomi pembangunan lebih cenderung menekankan kepada kegiatan ekonomi sektor modern, seperti perluasan investasi dan industrialisasi di perkotaan dibandingkan dengan mengembangkan kegiatan ekonomi sektor informal. Hal ini karena sektor modern tidak hanya sanggup menghasilkan GNP dalam skala besar serta dalam waktu yang relatif singkat, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja. Serta pandangan yang cenderung “kontra” pada sektor informal di perkotaan adalah mereka yang beranggapan bahwa sektor informal di perkotaan hanya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan seperti kemacetan lalu lintas, menjamurnya kampung kumuh di perkotaan, urbanisasi, dan lain-lain). Berdasarkan studi yang telah dilakukan (Hidayat, 1988), sektor informal memang berperan besar dalam sistem kegiatan ekonomi, namun kontribusi sektor informal sektor informal terhadap GNP dan pertumbuhan ekonomi masih relatif kecil. Pengembangan sektor modern (industrialisasi) memang benar dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap GNP, namun tidak secara mudah dapat mengentaskan kemiskinan di perkotaan, malahan akibat tidak meratanya perkembangan sektor modern dapat meningkatkan pengangguran. Pada saat terjadi krisis moneter, di saat sektor formal terjadi penurunan, sektor informal merupakan sektor yang paling tidak berpengaruh terhadap krisis itu bahkan sektor ini mampu menampung korban PHK.
Pelajaran yang dapat ditarik dari studi di atas adalah bahwa perhatian yang lebih besar terhadap sektor informal di Indonesia mutlak diperlukan.
